Keluarga Charlemagne
Ayah Charlemagne, Pepin III atau yang biasa disebut dengan Pepin The Short tidak terlahir sebagai seorang raja. Ia adalah wali kota istana atau mengurusi administrator istana.
Setelah kampanye untuk memperebutkan kursi penguasa, Pepin berhasil menjadi raja pada tahun 751 M. Tiga tahun kemudian, ia diurapi secara resmi oleh paus dengan minyak suci sehingga menunjukkan bila status mereka istimewa.
Diketahui Pepin III menjabat sampai tahun 768 M dan dilanjutkan oleh kedua putranya yakni Carloman dan Charles yang kemudian menjadi Charlemagne. Setelah ia meninggal, kedua putranya berbagi kekuasaan dan bertindak sebagai raja bersama tetapi tidak berjalan mulus.
Pada tahun 769 M, Carloman seperti melemahkan otoritas Charlemagne dan menolak untuk membantu saudaranya menekan pemberontakan di Aquitaine (wilayah Prancis). Selanjutnya dua tahun kemudian Carloman meninggal dunia secara mendadak dan disebut misterius.
Laporan paling umum menjelaskan bila Carloman meninggal dunia karena mimisan hingga penyakit lambung. Meski begitu, setelah kematian Carloman, Charlemagne memusatkan seluruh tanah dan kekuasaannya menjadi satu dan memerintah kaum Franka.
Kaum Franka kini dikenal sebagai suku Jermanik yang menetap di Belgia, Prancis, Luksemburg, Belanda, dan Jerman Barat.
Sebagai raja, ia dikenal sebagai seseorang yang ambisius dan rela berdarah untuk memperluas wilayahnya. Setelah kematiannya kerajaan Charlemagne mencakup wilayah yang kini dikenal sebagai Eropa Barat dan sebagian Eropa Tengah.
Diketahui sejak Kekaisaran Romawi, Eropa tidak pernah dikuasai oleh satu penguasa. Namun, karena penyatuan yang dilakukan Charlemagne, ia kerap disebut sebagai Bapak Eropa.
Selama berabad-abad, nama Charlemagne dikaitkan dengan penyatuan Eropa baik melalui inisiatif damai seperti Uni Eropa ataupun perang. Bahkan Napoleon Bonaparte yang bermimpi memiliki kerajaan sempat menyebut nama Charlemagne pada tahun 1806.
Musik Religi Berkembang
Charlemagne dikenal sebagai pendukung keras agama Kristen, sehingga ia menyukai musik gereja khususnya musik liturgi Roma. Pada tahun 774 M, ia meminta Paus Hadrian I mengirim biarawan dari Roma ke istana Aachen untuk mengajar paduan suara.
Peristiwa ini memicu penyebaran musik tradisional Gregorian ke seluruh gereja-gereja kaum Franka. pada tahun 789 M, Charlemagne juga mengeluarkan dekrit yang memerintahkan pendeta kekaisarannya untuk mempelajari dan bernyanyi dengan benar nyanyian Romawi.
Pada masa ini juga, sekolah musik didirakan dan para biarawan diberi tugas menyalin musik dan membantu melestarikan nyanyian Gregorian hingga saat ini.
Sintasnya Kekaisaran Romawi Timur
Tatkala kerajaan-kerajaan baru bertumbuh di Eropa Barat, Kekaisaran Romawi Timur justru tetap utuh dan mengalami kebangkitan perekonomian yang bertahan sampai dengan abad ke-7. Wilayah timur Kekaisaran Romawi ini juga didera invasi, tetapi dalam jumlah yang lebih kecil; sebagian besar terjadi di kawasan Balkan. Perdamaian dengan Kekaisaran Sasani, musuh bebuyutan Roma, bertahan hampir sepanjang abad ke-5. Di Kekaisaran Romawi Timur ini pula hubungan negara dan Gereja menjadi semakin akrab, sampai-sampai perkara doktrin Gereja pun menjadi urusan politik negara. Keadaan semacam ini tidak pernah terjadi di Eropa Barat. Salah satu kemajuan yang dicapai di bidang hukum adalah kodifikasi hukum Romawi; upaya kodifikasi yang pertama, yakni penyusunan Kitab Undang-Undang Teodosius (bahasa Latin: Codex Theodosianus), rampung pada 438.[56] Pada masa pemerintahan Kaisar Yustinianus (memerintah 527–565), upaya kodifikasi lainnya dilakukan, yakni penyusunan Kumpulan Hukum Sipil (bahasa Latin: Corpus Juris Civilis).[57] Kaisar Yustinianus juga menitahkan pembangunan Hagia Sofia di Konstantinopel, serta mengerahkan bala tentara Romawi di bawah pimpinan Belisarius (wafat 565)[58] untuk merebut kembali Afrika Utara dari orang Vandal, dan merebut kembali Italia dari orang Ostrogoth.[59] Penaklukan Italia tidak kunjung tuntas akibat merebaknya wabah maut pada 542 yang mendorong Kaisar Yustinianus untuk mengerahkan seluruh kekuatan militer bagi kepentingan pertahanan negara ketimbang bagi usaha-usaha penaklukan sampai masa pemerintahannya berakhir.[59]
Ketika Kaisar Yustinianus mangkat, orang-orang Romawi Timur telah menguasai sebagian besar wilayah Italia, Afrika Utara, dan sejumlah kecil daerah tempat berpijak di kawasan selatan Spanyol. Upaya Kaisar Yustinianus untuk merebut kembali wilayah-wilayah itu dicela oleh para sejarawan sebagai suatu usaha perluasan wilayah yang melebihi kesanggupan dan membuat Kekaisaran Romawi Timur menjadi rentan terhadap aksi-aksi penaklukan perdana kaum Muslim. Meskipun demikian, banyak dari kesulitan-kesulitan yang dihadapi oleh para pengganti Yustinianus bukan semata-mata disebabkan oleh pengenaan pajak secara berlebihan guna mendanai perang-perang pada masa pemerintahan Yustinianus, melainkan juga disebabkan oleh sifat sipil yang merupakan sifat asasi kekaisaran itu, sehingga kekaisaran sukar untuk merekrut rakyat menjadi prajurit.[60]
Di wilayah timur Kekaisaran Romawi, penyusupan orang Slav secara perlahan-lahan ke kawasan Balkan menambah jumlah masalah yang harus dihadapi para kaisar pengganti Yustinianus. Proses penyusupan ini berlangsung sedikit demi sedikit, tetapi pada penghujung dasawarsa 540-an, suku-suku Slav sudah menduduki Trakia dan Iliria (bahasa Latin: Illyricum), setelah mengalahkan bala tentara kekaisaran di dekat Adrianopel pada 551. Pada dasawarsa 560-an, orang Avar mulai meluaskan wilayah kedaulatan dari pangkalan mereka di tepi utara Sungai Donau; pada penghujung abad ke-6, orang Avar sudah merajalela di Eropa Tengah dan mampu secara rutin memaksa kaisar-kaisar wilayah timur untuk mempersembahkan upeti. Orang Avar terus merajalela sampai 796.[61]
Masalah lain yang harus dihadapi kekaisaran muncul sebagai akibat dari campur tangan Kaisar Maurisius (memerintah 582–602) dalam sengketa alih kepemimpinan di Persia. Campur tangan Kaisar Maurisius dalam urusan politik Persia ini memang membuahkan hubungan damai antara kedua kekaisaran, tetapi ketika Kaisar Maurisius digulingkan dari takhta, orang-orang Persia kembali menyerang. Pada masa pemerintahan Kaisar Heraklius (memerintah 610–641), orang-orang Persia telah menguasai sebagian besar wilayah Kekaisaran Romawi Timur, termasuk Mesir, Suriah, dan Anatolia, sebelum akhirnya dapat dipukul mundur oleh Kaisar Heraklius. Pada 628, Kekaisaran Romawi Timur berhasil mengikat perjanjian damai dengan Persia dan menguasai kembali seluruh wilayahnya yang pernah direbut.[62]
Munculnya Kasta Prajurit (Knight/Ridder)
Disebabkan oleh sering munculnya peperangan yang terjadi di antara para vassal, maka sifat-sifat kepahlawanan dan keprajuritan menjadi sangat terpandang. Pengangkatan seseorang menjadi knight dilakukan oleh raja pada suatu ibadat yang khidmat. Seorang knight harus setia kepada sumpah setianya kepada raja dan agama serta membela dan melindungi yang lemah.
Kota-kota di masa feudal biasanya berdinding tebal yang dapat melindungi kota dari serangan musuh, atau yang biasa disebut dengan benteng. Oleh karena itu, terkadang Abad Pertengahan disebut pula sebagai ‘zaman benteng’. Sebab pada masa ini banyak dibangun benteng-benteng untuk melindungi kota. Kebutuhan akan berbagai macam barang dicukupi oleh organisasi yang disebut dengan gilda.
Gilda adalah serikat pengrajin yang dibentuk untuk memantau kegiatan usaha atau perniagaan mereka di daerah tertentu. Di dalam gilda terdapat usaha melakukan pekerjaan tangan untuk melayani pesanan. Setiap jenis gilda menjalankan jenis kegiatan produksi tertentu. Gilda sendiri pertama kali berkembang pada masa Kekaisaran Romawi. Serikat ini adalah sebuah perhimpunan yang bersifat sukarela dan beranggotakan penguasaha-pengusaha yang bergelut di bidang yang sama. Serikat ini bergerak di bidang angkutan laut jarak jauh yang berpusat di Ostia, Roma.
Gilda-gilda Romawi itu mengalami keruntuhan dan bubar setelah Kekaisaran Romawi mengalami keruntuhan pada tahun 476. Pada Abad Pertengahan, gilda merupakan serikat pengrajin yang menggeluti bidan yang sama. Pada prinsipnya gilda Abad Pertengahan terbagi menjadi dua jenis; (1) gilda saudagar, (2) gilda pengrajin. Di mana kedua jenis gilda ini dibentuk demi kepentingan bersama. Gilda kemudian dijadikan sebagai suatu perkumpulan persaudaraan yang saling membantu.
Kehadiran gilda dimanfaatkan oleh kalangan bangsawan untuk memonopoli perdagangan yang menjadi cikal-bakal dari lahirnya semangat merkantilisme. Sistem gilda seperti ini bertahan hingga abad ke-14 dengan munculnya perpecahan diantara gilda itu sendiri yang terbagi menjadi dua kelompok; gilda berpunya (besar) dan gilda tak berpunya (kecil).
Perseteruan antar gilda yang paling sengit terjadi adalah perseteruan antara gilda-gilda yang bersifat konservatif dengan golongan saudagar yang melalui penguasaan alat-alat produksi. Gilda sendiri bekerjasama dengan pemerintah kota untuk mendapatkan keuntungan. Gilda mulai hancur setelah terjadinya revolusi industri pada abad ke-17.
Organisasi gilda diatur rapi dan diawasi oleh pemerintah kota untuk menjamin kualitas barang buatannya. Jika ada serangan, setiap jenis gilda harus mempertahankan bagian dinding kota tertentu. Dengan demikian organisasi gilda juga diikutsertakan dalam bidang pertahanan dan keamanan.
Terdapat 10 negara yang pernah menjadi kampiun sepak bola di benua Eropa. Jerman dan Spanyol adalah dua negara tersukses di Kejuaraan Piala Eropa, sama-sama mengumpulkan tiga gelar juara.
Jerman paling sering mencapai di final, yaitu sebanyak enam kali, dengan separuhnya sebagai tim Jerman Barat.
Selanjutnya Perancis dan Italia menyusul di belakang Tim Panser dan skuad Matador dengan torehan dua titel.
Sementara, ada enam negara yang masing-masing mengoleksi satu trofi, yakni Rusia/Uni Soviet, Ceko/Cekoslovakia, Denmark, Yunani, Belanda, serta Portugal.
Selain 10 negara yang menjadi juara, ada tiga negara yang menjejak hingga ke babak final. Mereka adalah Serbia (yang kala itu menjadi bagian Yugoslavia) dua kali mencapai babak final (1960, dan 1968), Belgia (1980,) dan Inggris (2020).
Italia merupakan negara terakhir yang menjadi kampiun Eropa. Gli Azzuri meraih trofi untuk kedua kalinya di EURO 2020 setelah mengalahkan Inggris di partai puncak lewat adu pinalti 3 – 2.
Sumber Data:Union of European Football Associations (UEFA)
Infografik:Albertus Erwin Susanto
Pengolah Data:Dwi Erianto
Editor:Topan Yuniarto
Nationalgeographic.co.id—Sejarah abad pertengahan menilai raja yang baik adalah mereka yang keberanian, kesalehan, rasa keadilan, mendengarkan nasihat, menahan diri dengan uang, dan kemampuan untuk menjaga perdamaian.
Kualitas-kualitas ini mencerminkan cita-cita kerajaan sejarah abad pertengahan, tetapi menavigasi para bangsawan yang ambisius dan politik Eropa tentu saja bukanlah hal yang mudah.
Meskipun demikian, beberapa raja ternyata lebih baik dalam pekerjaan itu daripada yang lain. Berikut raja dengan reputasi terburuk dalam sejarah abad pertengahan Inggris.
Dijuluki 'Bad King John', John I memperoleh citra jahat yang telah direproduksi berkali-kali dalam budaya populer, termasuk adaptasi film Robin Hood dan drama oleh Shakespeare.
Orang tua John, Henry II dan Eleanor dari Aquitaine adalah penguasa yang tangguh dan mengamankan banyak wilayah Prancis di Inggris.
Saudara laki-laki John, Richard I, meskipun hanya menghabiskan 6 bulan di Inggris sebagai raja, mendapatkan gelar 'Lionheart' karena keterampilan dan kepemimpinan militernya yang hebat.
Berkat perang suci Richard yang sedang berlangsung, John juga mewarisi kerajaan yang pundi-pundinya telah dikosongkan yang berarti setiap pajak yang dia naikkan sangat tidak populer.
John sudah mendapatkan reputasi pengkhianatan sebelum menjadi raja. Kemudian, pada tahun 1192, dia berusaha merebut takhta Richard saat dia ditawan di Austria.
John bahkan mencoba bernegosiasi untuk memperpanjang masa penahanan saudaranya dan dia beruntung diampuni oleh Richard setelah dibebaskan.
Lebih lanjut memberatkan John di mata orang-orang sezamannya adalah kurangnya kesalehan. Untuk Inggris abad pertengahan, raja yang baik adalah yang saleh.
Sementara John memiliki banyak perselingkuhan dengan wanita bangsawan yang sudah menikah yang dianggap sangat tidak bermoral. Setelah mengabaikan pencalonan Paus untuk uskup agung, dia dikucilkan pada tahun 1209.
Raja abad pertengahan juga dimaksudkan untuk berani. John dijuluki 'softsword' karena kehilangan tanah Inggris di Prancis, termasuk Kadipaten Normandia yang kuat.
Ketika Prancis menginvasi pada tahun 1216, John berada hampir 3 liga jauhnya pada saat salah satu anak buahnya menyadari bahwa dia telah meninggalkan mereka.
Akhirnya, John ikut bertanggung jawab atas pembuatan Magna Carta, sebuah dokumen yang secara luas dianggap sebagai dasar peradilan Inggris, partisipasinya paling tidak diinginkan.
Pada Mei 1215, sekelompok baron menggiring pasukan ke selatan memaksa John untuk menegosiasikan kembali pemerintahan Inggris, dan pada akhirnya, tidak ada pihak yang mendukung kesepakatan mereka.
Edward II (1307-1327)
Edward membuat kesalahan kerajaan abad pertengahan. Piers Gaveston adalah favorit Edward sehingga orang-orang sezaman menggambarkan, "dua raja memerintah di satu kerajaan, yang satu dalam nama dan yang lainnya dalam perbuatan".
Apakah raja dan Gaveston adalah kekasih atau teman dekat, hubungan mereka membuat marah para baron yang merasa diremehkan oleh posisi Gaveston.
Edward terpaksa mengasingkan temannya dan melembagakan Tata Cara tahun 1311, yang membatasi kekuasaan kerajaan. Namun, dia mengabaikan Tata Cara dan membawa kembali Gaveston yang dengan cepat dieksekusi oleh para baron.
Lebih lanjut merusak popularitasnya, Edward bertekad untuk menenangkan Skotlandia setelah mengikuti ayahnya dalam kampanye utara sebelumnya.
Pada bulan Juni 1314, Edward menggiring salah satu pasukan terkuat Inggris abad pertengahan ke Skotlandia tetapi dihancurkan oleh Robert the Bruce di Pertempuran Bannockburn.
Kekalahan yang memalukan ini diikuti oleh kegagalan panen dan kelaparan yang meluas. Meski bukan kesalahan Edward, raja memperburuk ketidakpuasan dengan terus menjadikan teman terdekatnya sangat kaya, dan pada tahun 1321 perang saudara pecah.
Edward telah mengasingkan sekutunya. Istrinya Isabella (putri raja Prancis) kemudian berangkat ke Prancis untuk menandatangani perjanjian. Sebaliknya, dia berkomplot melawan Edward dengan Roger Mortimer, Earl of March 1, dan bersama-sama mereka menginvasi Inggris dengan pasukan kecil. Setahun kemudian pada tahun 1327, Edward ditangkap dan dipaksa turun takhta.
Richard II (1377-1399)
Putra Pangeran Hitam Edward III, Richard II menjadi raja pada usia 10 tahun, jadi serangkaian dewan perwalian mengatur Inggris di sisinya.
Richard berusia 14 tahun ketika pemerintahnya secara brutal menekan Pemberontakan Petani tahun 1381. Seiring dengan pengadilan yang bergejolak penuh dengan orang-orang kuat yang bergulat untuk mendapatkan pengaruh, Richard mewarisi Perang Seratus Tahun dengan Prancis.
Perang itu mahal dan Inggris sudah dikenakan pajak yang berat. Pajak pemungutan suara tahun 1381 adalah yang terakhir. Di Kent dan Essex, para petani yang marah bangkit melawan pemilik tanah sebagai protes.
Berusia 14 tahun, Richard secara pribadi menghadapi para pemberontak ketika mereka tiba di London dan mengizinkan mereka pulang tanpa kekerasan. Namun, pergolakan lebih lanjut di minggu-minggu berikutnya membuat para pemimpin pemberontak dieksekusi.
Penindasan pemberontakan selama pemerintahan Richard memperkuat keyakinannya pada hak ketuhanannya sebagai raja. Absolutisme ini akhirnya membuat Richard bertengkar dengan parlemen dan Lords Appellant, sekelompok 5 bangsawan yang kuat (termasuk pamannya sendiri, Thomas Woodstock) yang menentang Richard dan penasihatnya yang berpengaruh, Michael de la Pole.
Ketika Richard akhirnya dewasa, dia mencari pembalasan atas pengkhianatan para penasihatnya sebelumnya, yang terwujud dalam serangkaian eksekusi sadis saat dia membersihkan Lords Appellant, termasuk pamannya yang dituduh melakukan pengkhianatan dan dieksekusi.
Dia juga mengirim putra John dari Gaunt (sepupu Richard) Henry Bolingbroke ke pengasingan. Sial bagi Richard, Henry kembali ke Inggris untuk menggulingkannya pada tahun 1399 dan dengan dukungan rakyat dimahkotai Henry IV.
Henry VI (1422-1461, 1470-1471)
Baru berusia 9 bulan ketika dia menjadi raja. Sebagai raja muda, Henry dikelilingi oleh penasihat yang kuat, banyak di antaranya dia berikan kekayaan dan gelar secara berlebihan.
Raja muda itu semakin terpecah pendapatnya ketika dia menikah dengan keponakan perempuan raja Prancis, Margaret dari Anjou, menyerahkan wilayah yang dimenangkan dengan susah payah ke Prancis.
Ditambah dengan penyerbuan Prancis yang gagal di Normandia, meningkatnya perpecahan antara faksi, kerusuhan di selatan dan ancaman popularitas Richard Duke of York yang semakin meningkat, Henry akhirnya menyerah pada masalah kesehatan mental pada tahun 1453.
Pada 1455, Perang Mawar telah dimulai dan selama pertempuran pertama di St Albans Henry ditangkap oleh Yorkist dan Richard memerintah sebagai Lord Protector sebagai penggantinya.
Selama tahun-tahun berikutnya ketika House of York dan Lancaster berjuang untuk mendapatkan kendali, kesialan kesehatan mental Henry yang buruk membuat dia berada dalam posisi kecil untuk mengambil kepemimpinan angkatan bersenjata atau pemerintahan, terutama setelah kehilangan putranya dan pemenjaraan yang berkelanjutan.
Raja Edward IV naik takhta pada tahun 1461 tetapi dikeluarkan darinya pada tahun 1470 ketika Henry dikembalikan ke takhta oleh Earl of Warwick dan Ratu Margaret.
Edward IV mengalahkan pasukan Earl of Warwick dan Ratu Margaret pada Pertempuran Barnet dan Pertempuran Tewkesbury. Segera setelah itu, pada tanggal 21 Mei 1471, saat Raja Edward IV diarak melalui London dengan rantai Margaret dari Anjou, Henry VI meninggal di Menara London.
Varuna, Dewa Langit dan Lautan yang 'Ambigu' dalam Tradisi Hindu Kuno
Halaman ini berisi artikel tentang Abad Pertengahan di Eropa. Untuk sejarah dunia antara abad ke-5 sampai abad ke-15, lihat
Di dalam sejarah Eropa, Abad Pertengahan adalah kurun waktu yang bermula sekitar tahun 500 dan berakhir pada tahun 1500 tarikh Masehi. Kurun waktu tersebut merupakan penggal kedua dari pembagian tradisional sejarah Eropa menjadi Abad Kuno, Abad Pertengahan, dan Zaman Modern. Perkembangan-perkembangan utama pada kurun waktu ini adalah predominansi sektor pertanian di bidang ekonomi, eksploitasi rakyat tani, komunikasi interregional yang lamban, pentingnya hubungan pribadi dalam struktur kekuasaan, dan tata negara yang lemah. Kurun waktu ini adakalanya dibagi lagi menjadi Awal Abad Pertengahan, Puncak Abad Pertengahan, dan Akhir Abad Pertengahan. Sebutan alternatif untuk Awal Abad Pertengahan adalah Abad Kegelapan.
Penurunan populasi, kontraurbanisasi, tumbangnya kekuasaan terpusat, perpindahan suku-suku (terutama suku-suku bangsa Jermani), dan Kristenisasi, yang dimulai pada Akhir Abad Kuno, terus berlanjut sampai ke Awal Abad Pertengahan. Perpindahan suku-suku tersebut bermuara pada disintegrasi Kekaisaran Romawi Barat dan kemunculan kerajaan-kerajaan baru. Di Eropa pasca-Romawi, penurunan pajak, pembiayaan angkatan bersenjata melalui anugerah tanah lungguh, dan pembauran peradaban Romawi Akhir dengan tradisi-tradisi para penginvasi terdokumentasi dengan baik. Kekaisaran Romawi Timur masih berdiri kukuh, tetapi kedaulatannya atas Timur Tengah dan Afrika Utara hilang direnggut bala tentara Muslim pada abad ke-7. Sekalipun wangsa Karoling yang berasal dari suku Franka berhasil mempersatukan kembali banyak daerah peninggalan Kekaisaran Romawi Barat pada awal abad ke-9, negara Kekaisaran Karoling dengan cepat pecah menjadi kerajaan-kerajaan yang saling bersaing, yang kemudian hari tercerai-berai menjadi kadipaten-kadipaten dan daerah-daerah ketuanan swatantra.
Pada Puncak Abad Pertengahan, yang bermula selepas tahun 1000, populasi Eropa melonjak pesat ketika periode Suhu Hangat Abad Pertengahan membuka peluang untuk meningkatkan hasil panen, dan inovasi-inovasi di bidang teknologi maupun pertanian menghadirkan suatu "revolusi niaga". Perbudakan nyaris hilang, dan rakyat tani dapat mengangkat derajatnya dengan cara mendaulat daerah-daerah yang jauh demi mendapatkan konsesi ekonomi dan hukum. Pusat-pusat niaga lokal tumbuh menjadi kota-kota baru, dan para pengrajin perkotaan bergabung membentuk serikat-serikat usaha lokal demi melindungi kepentingan bersama. Para petinggi Gereja Barat menerima supremasi paus demi menangkis campur tangan awam dalam urusan gerejawi, yang justru mengakselerasi keterpisahan Gereja Katolik di barat dari Gereja Ortodoks di timur, serta memicu sengketa Investitur antara lembaga kepausan dan kuasa-kuasa sekuler. Dengan menyebarnya aswasada berat, muncul golongan ningrat baru yang mengukuhkan kedudukannya melalui adat pewarisan yang ketat. Di dalam sistem feodalisme para kesatria berkuda ningrat berutang bakti kepada tuan-tuan mereka sebagai ganti anugerah tanah lungguh yang mereka terima. Puri-puri batu dibangun di daerah-daerah tempat kekuasaan terpusat tidak begitu kuat, tetapi kekuasaan negara meningkat menjelang akhir kurun waktu ini. Pemukiman rakyat tani dan kaum ningrat Eropa Barat ke kawasan timur dan selatan Eropa, yang kerap dipicu oleh perang-perang Salib, bermuara kepada ekspansi Dunia Kristen Latin. Penyebaran sekolah-sekolah katedral dan universitas-universitas mendorong munculnya metode diskusi ilmiah baru dengan penekanan pada argumentasi rasional yang dikenal dengan sebutan skolatisisme. Ziarah-ziarah yang dilakukan secara besar-besaran mendorong dibangunnya gereja-gereja raksasa berarsitektur Romanik yang kukuh, sementara inovasi-inovasi di bidang pengerjaan bangunan mendorong dikembangkannya arsitektur Gothik yang lebih anggun.
Berbagai musibah, antara lain bencana Kelaparan Besar dan wabah Maut Hitam yang menyusutkan populasi sampai 50 persen pada abad ke-14, menjadi pembuka kurun waktu Akhir Abad Pertengahan. Konflik-konflik antaretnis dan antar golongan masyarakat kian memanas, dan konflik-konflik lokal kerap meningkat menjadi perang besar, misalnya Perang Seratus Tahun. Menjelang akhir kurun waktu ini, Kekaisaran Romawi Timur dan negara-negara Balkan ditaklukkan kekuatan Muslim yang baru, yakni Kemaharajaan Usmani; sementara di Jazirah Iberia, kerajaan-kerajaan Kristen memenangkan perang berabad-abad melawan tetangga-tetangga Muslim mereka. Pementingan keimanan pribadi terdokumentasi dengan baik, tetapi Skisma Barat dan gerakan-gerakan pembangkangan yang dibidatkan memunculkan penting terhadap struktur kekuasaan tradisional di dalam Gereja Barat. Para sarjana humanis mulai menitikberatkan keluhuran martabat manusia, dan para arsitek dan seniman Renaisans Awal menghidupkan kembali beberapa unsur budaya klasik di Italia. Dalam seratus tahun terakhir Abad Pertengahan, usaha-usaha meneroka samudra dalam rangka mencari jalur-jalur dagang baru melahirkan Abad Penjelajahan Samudra.
Awal Abad Pertengahan
Seni rupa dan arsitektur
Hanya segelintir gedung batu berukuran besar yang dibangun selepas pendirian basilika-basilika zaman Konstantinus pada abad ke-4 sampai dengan abad ke-8, tetapi ada banyak bangunan batu dalam ukuran yang lebih kecil dibangun antara abad ke-6 dan abad ke-7. Pada permulaan abad ke-8, Kekaisaran Karoling menghidupkan kembali arsitektur basilika.[134] Salah satu tampilan dari basilika zaman Kekaisaran Karoling adalah penambahan transep,[135] yakni dua sayap bangunan yang dibangun berhadapan pada kedua sisi bangunan induk sehingga membentuk ruang melintang yang memisahkan panti umat dari panti imam sekaligus membuat keseluruhan bangunan tampak seperti sebuah salib raksasa.[136] Tampilan-tampilan baru lainnya pada arsitektur rumah ibadat meliputi menara persimpangan dan pintu masuk megah yang lazimnya dibangun pada sisi barat gedung gereja.[137]
Karya-karya seni rupa Karoling dibuat bagi segelintir tokoh di kalangan istana, dan bagi biara-biara maupun gereja-gereja yang mereka tunjangi. Geliat seni rupa Karoling didominasi oleh usaha-usaha untuk menghadirkan kembali keagungan dan ciri khas Yunani-Romawi dari seni rupa Romawi Timur dan Kekaisaran Romawi, tetapi dipengaruhi pula oleh seni rupa Insuler dari Kepulauan Britania. Seni rupa insuler memadukan kekuatan langgam hias Kelt Irlandia dan Jermanik Saksen-Inggris dengan hasil-hasil budaya khas Laut Tengah seperti buku, dan menciptakan banyak ciri khas seni rupa sepanjang Abad Pertengahan. Karya-karya seni rupa agamawi yang sintas dari kurun waktu Awal Abad Pertengahan kebanyakan berupa naskah beriluminasi dan karya seni ukir gading, yang mula-mula ditampilkan pada barang-barang hasil pengolahan logam yang semenjak saat itu sudah dilebur.[138][139] Benda-benda yang dibuat dari logam mulia merupakan wujud karya seni yang paling dihargai, tetapi hampir semuanya sudah musnah kecuali beberapa buah salib seperti Salib Raja Lothar, beberapa buah relikuarium, serta temuan-temuan seperti barang-barang bekal kubur buatan Saksen-Inggris di Sutton Hoo, harta karun Gourdon di Prancis dari zaman wangsa Meroving, harta karun Guarrazar di Spanyol dari zaman Visigoth, dan harta karun Nagyszentmiklós di dekat wilayah Kekaisaran Romawi Timur. Ada pula peninggalan kerongsang-kerongsang berukuran besar dalam bentuk fibula maupun penanuler yang merupakan barang kelengkapan pribadi yang penting di kalangan elit, salah satu contohnya adalah Kerongsang Tara dari Irlandia.[140] Sebagian besar buku-buku yang disarati hiasan adalah kitab-kitab Injil. Banyak di antaranya yang masih lestari sampai sekarang, antara lain Kitab Kells yang khas Insuler, Kitab Injil Lindisfarne, dan Kitab Emas Santo Emeranus yang merupakan salah satu kitab Injil dengan sampul mewah dari emas bertatah permata yang masih utuh.[141] Agaknya orang-orang di lingkungan istana Karel Agunglah yang berjasa membuat patung-patung pahatan monumental menyerupai makhluk hidup diterima ke dalam khazanah seni rupa Kristen,[142] dan menjelang akhir masa pemerintahan Karel Agung, patung-patung yang nyaris seukuran dengan manusia asli semisal Salib Gero sudah lumrah dijumpai di gedung-gedung gereja utama.[143]
Teknologi dan militer
Pada abad ke-12 dan ke-13, Eropa berhasil mewujudkan pertumbuhan ekonomi dan menciptakan inovasi-inovasi terkait metode produksi. Kemajuan-kemajuan besar di bidang teknologi mencakup reka cipta kincir angin, pembuatan jam-jam mekanik yang pertama, usaha penyulingan minuman keras, dan penggunaan astrolab.[229] Kacamata berlensa cekung diciptakan sekitar tahun 1286 oleh seorang pengrajin Italia yang tidak diketahui namanya. Pengrajin ini mungkin membuka usaha kriyanya di kota Pisa atau di daerah sekitar kota itu.[230]
Rekayasa sistem rotasi tiga lahan untuk budi daya tanaman[157][Z] memperbesar tingkat pemanfaatan lahan dalam setahun dari setengah luas lahan berdasarkan sistem rotasi dua lahan yang lama menjadi dua pertiga luas lahan berdasarkan sistem yang baru, sehingga produksi pangan juga meningkat.[231] Pengembangan luku berat memungkinkan tanah yang lebih padat dapat digarap secara efisien, didukung oleh meluasnya pemakaian kerah kuda yang menyebabkan pemanfaatan tenaga lembu sebagai penghela beban tergantikan oleh tenaga kuda. Kuda lebih gesit daripada lembu dan tidak perlu digembalakan di padang yang luas, sehingga turut mendukung penerapan sistem rotasi tiga lahan.[232]
Pembangunan katedral-katedral dan puri-puri memajukan teknologi pendirian bangunan, sehingga memungkinkan pembangunan gedung-gedung batu berukuran besar. Bangunan-bangunan penunjang yang didirikan kala itu mencakup balai-balai kota, rumah-rumah, jembatan-jembatan, dan lumbung-lumbung perpuluhan.[233] Pembuatan kapal semakin berkembang berkat penggunaan metode pemasangan papan lambung pada gading-gading sebagai ganti sistem sambungan purus peninggalan Romawi. Kemajuan lain di bidang perkapalan adalah pemakaian layar sabang dan kemudi cawat yang meningkatkan laju pergerakan kapal layar.[234]
Di bidang kemiliteran, pengerahan prajurit pejalan kaki dalam satuan-satuan tugas khusus semakin meningkat. Selain barisan aswasada berperlengkapan berat yang masih merupakan pasukan terbesar, angkatan bersenjata juga mengikutsertakan pasukan pemanah busur silang berkuda, pasukan pemanah busur silang pejalan kaki, pasukan penggali parit, dan pasukan perekayasa.[235] Pemanfaatan busur silang, yang sudah dikenal sejak Akhir Abad Kuno, semakin meningkat. Salah satu penyebabnya adalah semakin seringnya pengepungan dilakukan dalam peperangan pada abad ke-10 dan ke-11.[152][AA] Meningkatnya pemanfaatan busur silang pada abad ke-12 dan ke-13 mendorong pembuatan dan pemanfaatan ketopong berpenutup muka, baju zirah berat yang menutupi sekujur tubuh, dan zirah khusus untuk kuda.[237] Bubuk mesiu dikenal di Eropa pada pertengahan abad ke-13, terbukti dari catatan sejarah yang meriwatkan pemanfaatannya dalam peperangan di Eropa, yakni dalam peperangan antara Inggris dan Skotlandia pada 1304, meskipun hanya sebagai bahan peledak, bukan sebagai obat meriam. Meriam digunakan dalam aksi-aksi pengepungan pada dasawarsa 1320-an, dan senjata api genggam digunakan pada dasawarsa 1360-an.[238]
Masyarakat dan perekonomian
Puncak Abad Pertengahan adalah kurun waktu terjadinya lonjakan populasi secara besar-besaran. Populasi Eropa diperkirakan melonjak dari 35 juta jiwa menjadi 80 juta jiwa antara tahun 1000 dan 1347. Meskipun penyebabnya belum diketahui secara pasti, diduga lonjakan populasi ini disebabkan oleh semakin baiknya tata cara bercocok tanam, berkurangnya perbudakan, iklim yang lebih baik, maupun ketiadaan invasi.[156][157] Sebanyak-banyaknya 90% populasi Eropa masih terdiri atas kaum tani yang bermukim di desa-desa. Banyak di antaranya tidak lagi mendiami lahan-lahan terpencil, tetapi sudah hidup bersama-sama dalam komunitas-komunitas kecil yang disebut desa atau tanah lungguh.[157] Kaum tani sering kali menjadi kawula kaum ningrat pemilik tanah lungguh (bahasa Inggris: manor), dan membayar sewa lahan atau memberikan berbagai macam bentuk pelayanan kepada majikan-majikan ningrat mereka. Tatanan semacam ini disebut manorialisme. Meskipun demikian, masih ada segelintir petani merdeka (bukan kawula tuan tanah) pada kurun waktu ini maupun sesudahnya.[158] Petani-petani merdeka semacam ini lebih banyak terdapat di kawasan selatan daripada di kawasan utara Eropa. Praktik babad atau meneroka lahan baru untuk digarap dengan cara menawarkan insentif kepada petani yang bersedia menempatinya, juga turut berdampak pada lonjakan populasi.[159]
Sistem pertanian lahan terbuka lumrah dipraktikkan di hampir seluruh Eropa, teristimewa di "kawasan barat laut dan kawasan tengah Eropa."[160] Komunitas-komunitas tani lahan terbuka memiliki tiga ciri utama, yakni lahan-lahan garapan perseorangan dalam bentuk petak-petak lahan yang tersebar di berbagai pelosok tanah lungguh, rotasi jenis tanaman dari tahun ke tahun untuk menjaga kesuburan tanah, dan lahan bersama yang dimanfaatkan sebagai tempat melepas ternak atau untuk keperluan lain.[161]
Golongan-golongan lain dalam masyarakat adalah kaum ningrat, rohaniwan, dan warga kota. Kaum ningrat, baik bangsawan penyandang gelar maupun kesatria berkuda biasa, menafkahi dirinya dari hasil pemanfaatan tanah lungguh dan pengaryaan rakyat tani, meskipun mereka tidak memiliki lahan sendiri dan hanya dianugerahi hak untuk menikmati hasil pemanfaatan tanah lungguh atau tanah-tanah lain oleh bangsawan majikan mereka. Tatanan semacam ini disebut feodalisme. Pada abad ke-11 dan ke-12, tanah-tanah atau feodum ini mulai dianggap sebagai tanah pusaka keluarga, dan di banyak tempat sudah tidak ada lagi kebiasaan membagi-bagikan tanah kepada seluruh ahli waris sebagaimana yang terjadi pada kurun waktu Awal Abad Pertengahan. Kebanyakan feodum dan tanah justru diwariskan seluruhnya kepada putra tertua pewaris.[162][Q] Keistimewaan-keistimewaan kaum ningrat adalah menguasai tanah, menunaikan kewajiban bela negara dengan menjadi prajurit aswasada berperlengkapan berat, menguasai puri, dan dikecualikan dari kewajiban membayar pajak atau kewajiban-kewajiban lain.[R] Puri-puri, yang mula-mula terbuat dari kayu tetapi kemudian hari dibangun dari batu, mulai didirikan pada abad ke-9 dan ke-10 sebagai ikhtiar menghadapi suasana kalut ketika itu, sebagai tempat berlindung dari invasi, dan sebagai tempat para bangsawan mempertahankan diri dari saingan-saingan mereka. Penguasaan puri memungkinkan para bangsawan untuk menentang raja-raja atau bangsawan-bangsawan majikan mereka.[164] Kaum ningrat digolong-golongkan ke dalam beberapa tingkatan; raja-raja dan bangsawan-bangsawan dari golongan tertinggi berkuasa atas sejumlah besar rakyat jelata, memiliki berbidang-bidang tanah yang luas, dan membawahi bangsawan-bangsawan lain. Di bawah raja-raja dan bangsawan-bangsawan golongan tertinggi ini terdapat bangsawan-bangsawan dari golongan rendah yang berkuasa atas rayat jelata dalam jumlah yang lebih sedikit, dan memiliki bidang-bidang tanah dengan luas yang lebih terbatas. Golongan kesatria berkuda adalah golongan ningrat yang paling bawah; mereka diberi kekuasaan atas bidang-bidang tanah tertentu tetapi bukan sebagai pemiliknya, dan harus pula mengabdi kepada bangsawan-bangsawan lain.[165][S]
Kaum rohaniwan dibedakan menjadi dua macam rohaniwan, yakni rohaniwan sekuler yang hidup di tengah-tengah masyarakat, serta rohaniwan reguler yang hidup menurut regula (tata tertib agamawi) dan lazimnya berstatus biarawan.[167] Sepanjang kurun waktu ini, para biarawan merupakan golongan terkecil dalam masyarakat, biasanya di bawah 1% dari keseluruhan populasi.[168] Sebagian besar rohaniwan reguler berasal dari kalangan ningrat, yakni kalangan yang juga menjadi lahan perekrutan rohaniwan sekuler berpangkat tinggi. Para imam paroki setempat sering kali berasal dari kalangan rakyat tani.[169] Warga kota menempati posisi yang kurang lazim karena mereka tidak termasuk dalam tiga golongan masyarakat tradisional, yakni kaum ningrat, kaum rohaniwan, dan kaum tani. Pada abad ke-12 dan ke-13, jumlah kalangan ini semakin meningkat seiring membesarnya kota-kota lama dan terbentuknya pusat-pusat populasi yang baru.[170] Meskipun demikian, jumlah warga kota sepanjang Abad Pertengahan mungkin tak pernah melampaui 10% dari keseluruhan populasi.[171]
Orang Yahudi juga menyebar ke seluruh Eropa pada Puncak Abad Pertengahan. Paguyuban-paguyuban umat Yahudi dibentuk di Jerman dan Inggris pada abad ke-11 dan ke-12, tetapi umat Yahudi Spanyol, yang sudah lama menetap di Spanyol semenjak masa pemerintahan kaum Muslim, semakin lama semakin ditekan agar beralih keyakinan menjadi pemeluk agama Kristen setelah Spanyol diperintah oleh penguasa Kristen.[76] Sebagian besar orang Yahudi terpaksa bermukim di kota-kota, karena mereka tidak dibenarkan memiliki lahan maupun menjadi petani.[172][T] Selain orang Yahudi, ada pula masyarakat-masyarakat non-Kristen lain di kawasan pinggiran Eropa, yakni suku bangsa Slav pagan di kawasan timur Eropa, dan kaum Muslim di kawasan selatan Eropa.[173]
Kaum perempuan pada Abad Pertengahan secara resmi diwajibkan tunduk pada perwalian kaum lelaki, entah ayah, suami, atau kerabat lelaki mereka yang lain. Para janda, yang sering kali diberi lebih banyak keleluasaan untuk mengatur hidupnya sendiri, tetap saja dibatasi secara hukum. Pekerjaan kaum perempuan pada umumnya adalah mengurus rumah tangga atau mengerjakan tugas-tugas lain yang berkaitan dengan rumah tangga. Perempuan-perempuan kaum tani biasanya bertanggung jawab merawat rumah, mengasuh anak, serta berkebun dan beternak di sekitar rumah. Mereka dapat pula mencari penghasilan tambahan bagi rumah tangganya dengan memintal benang atau menggodok bir di rumah. Pada masa panen, mereka juga diharapkan turut bekerja di ladang.[174] Perempuan-perempuan warga kota, sebagaimana perempuan-perempuan kaum tani, bertanggung jawab merawat rumah, dan juga menggeluti dunia usaha. Jenis-jenis usaha yang terbuka bagi kaum perempuan berbeda-beda dari negeri ke negeri dan dari masa ke masa.[175] Perempuan-perempuan ningrat bertanggung jawab mengelola rumah tangga, dan adakalanya juga diharapkan mengelola tanah lungguh bilamana tidak ada kerabat laki-laki, tetapi biasanya tidak dibenarkan ikut campur dalam urusan ketentaraan dan pemerintahan. Satu-satunya peran yang terbuka bagi kaum perempuan di lingkungan Gereja adalah menjadi biarawati, karena mereka tidak mungkin menjadi imam.[174]
Di kawasan tengah dan utara Italia juga di Flandria, pertumbuhan kota-kota sampai ke taraf swatantra merangsang pertumbuhan ekonomi dan menciptakan suatu lingkungan yang memungkinkan terbentuknya perhimpunan-perhimpunan usaha jenis baru. Kota-kota niaga di pesisir Laut Baltik membentuk persekutuan yang dikenal dengan sebutan Liga Hansa, dan republik-republik bahari di Italia seperti Venesia, Genova, dan Pisa melebarkan jaringan usaha mereka ke seluruh kawasan Laut Tengah.[U] Pekan-pekan raya dunia usaha diselenggarakan dan berkembang pesat di kawasan utara Prancis kala itu, sehingga memungkinkan saudagar-saudagar Italia dan Jerman maupun saudagar-saudagar setempat untuk menjalin hubungan usaha.[177] Pada penghujung abad ke-13, jalur-jalur darat maupun laut yang baru menuju Timur Jauh mulai dirintis, sebagaimana yang dijabarkan dalam Kisah Perjalanan Marco Polo, karya tulis seorang usahawan yang bernama Marco Polo (wafat 1324).[178] Selain terbukanya peluang-peluang usaha yang baru, perbaikan tata cara bercocok tanam dan teknologi memungkinkan peningkatan hasil panen, sehingga membuka peluang bagi perluasan jaringan perniagaan.[179] Maraknya perniagaan memunculkan metode-metode baru dalam mengelola uang, dan uang-uang emas kembali dicetak di Eropa, mula-mula di Italia, dan kemudian juga di Prancis serta negara-negara lain. Muncul bentuk-bentuk perjanjian dagang baru yang memungkinkan risiko kerugian ditanggung bersama-sama oleh semua saudagar yang terlibat. Metode-metode akuntansi semakin membaik, sebagian berkat penerapan pembukuan berpasangan; muncul pula surat-surat kredit yang memudahkan perpindahan uang.[180]
Puncak Abad Pertengahan
Dunia usaha dan ekonomi
Migrasi dan invasi pada abad ke-4 dan abad ke-5 mengganggu jaringan niaga di sekeliling Laut Tengah. Barang-barang dagangan dari Afrika, yang tak lagi memasuki Eropa, mula-mula menghilang dari pasaran di kawasan pedalaman Eropa, dan pada abad ke-7 hanya dapat dijumpai di segelintir kota seperti Roma atau Napoli. Pada penghujung abad ke-7, sebagai akibat dari aksi-aksi penaklukan kaum Muslim, barang-barang dagangan dari Afrika tidak dapat lagi dijumpai di Eropa Barat. Penggantian barang-barang dagangan dari negeri-negeri seberang dengan barang-barang buatan negeri sendiri menjadi lazim terjadi di seluruh negeri bekas jajahan Romawi pada Awal Abad Pertengahan, terutama di negeri-negeri yang tidak terletak di pesisir Laut Tengah, misalnya kawasan utara Galia atau Britania. Barang-barang buatan luar negeri yang disebut-sebut dalam peninggalan-peninggalan tertulis biasanya adalah barang-barang mewah. Di kawasan utara benua Eropa, tidak saja jaringan niaganya yang bersifat lokal, malah barang-barang yang diperjualbelikan pun sederhana, hanya ada sedikit tembikar atau barang-barang lain yang rumit pembuatannya. Di kawasan pesisir Laut Tengah, tembikar masih mudah didapatkan dan tampaknya diperjualbelikan dalam jaringan-jaringan niaga taraf menengah, tidak sekadar dibuat sendiri di dalam negeri.[83]
Semua negara Jermanik di Eropa Barat mengeluarkan uang logam sendiri dengan meniru bentuk uang-uang logam Romawi dan Romawi Timur yang beredar kala itu. Uang emas terus-menerus dicetak sampai akhirnya tergantikan oleh uang-uang perak pada penghujung abad ke-7. Satuan dasar uang perak Franka adalah Denarius atau Denier, sementara satuan dasar uang perak Saksen-Inggris yang setara Denier disebut Penny. Dari wilayah-wilayah inilah Denier atau Penny beredar ke seluruh Eropa selama berabad-abad, sejak 700 sampai 1000 Masehi. Uang tembaga dan perunggu tidak dicetak, demikian pula uang emas, kecuali di kawasan selatan Eropa. Tidak ada pencetakan uang perak dalam pecahan-pecahan yang lebih besar daripada Denier atau Penny.[84]
Agama Kristen adalah faktor utama yang mempersatukan Eropa Timur dan Eropa Barat sebelum penaklukan-penaklukan yang dilakukan orang Arab, tetapi penaklukan Afrika Utara meretas hubungan yang terjalin antara kedua kawasan itu. Gereja Romawi Timur semakin lama semakin berbeda dari Gereja Barat dalam bidang bahasa, adat istiadat, maupun liturgi. Gereja Timur menggunakan bahasa Yunani, bukan bahasa Latin seperti Gereja Barat. Perbedaan-perbedaan teologi dan politik pun mengemuka, dan pada permulaan serta pertengahan abad ke-8, perkara-perkara seperti ikonoklasme, rohaniwan beristri, dan kendali negara atas Gereja semakin memperlebar kesenjangan sehingga pada akhirnya perbedaan-perbedaan budaya dan keagamaan menjadi jauh lebih besar daripada persamaan-persamaannya.[85] Perpecahan resmi, yang disebut Skisma Timur-Barat, terjadi pada 1054, manakala lembaga kepausan dan kebatrikan Konstantinopel mempertentangkan supremasi Sri Paus dan akhirnya saling mengucilkan, sehingga memecah agama Kristen menjadi dua Gereja—pecahan barat menjadi Gereja Katolik Roma dan pecahan timur menjadi Gereja Ortodoks Timur.[86]
Tatanan kepengurusan Gereja di Kekaisaran Romawi nyaris tetap utuh di tengah-tengah pergerakan dan invasi yang melanda wilayah barat, akan tetapi lembaga kepausan tidak begitu dihargai, dan hanya segelintir uskup di wilayah barat yang menghormati Uskup Roma selaku pemimpin agama atau pemimpin politik. Banyak di antara para paus yang menjabat sebelum tahun 750 lebih memperhatikan urusan-urusan Kekaisaran Romawi Timur dan sengketa-sengketa teologi di wilayah timur. Register, atau arsip salinan surat-surat, yang ditulis oleh Paus Gregorius Agung (masa kepausan 590–604) masih lestari hingga sekarang, lebih dari 850 pucuk surat, sebagian besar di antaranya berkaitan dengan perkara-perkara di Italia atau Konstantinopel. Satu-satunya negeri di Eropa Barat yang tunduk pada wibawa lembaga kepausan adalah Britania, yakni negeri yang didatangi rombongan misionaris utusan Paus Gregorius pada 597 untuk mengajak orang-orang Saksen-Inggris memeluk agama Kristen.[87] Para misionaris Irlandia gencar berdakwah di Eropa Barat antara abad ke-5 dan abad ke-7, pertama-tama di Inggris dan Skotlandia, kemudian ke daratan Eropa. Di bawah pimpinan rahib-rahib seperti Kolumba (wafat 597) dan Kolumbanus (wafat 615), para misionaris Irlandia membangun biara-biara, mengajar dalam bahasa Latin dan bahasa Yunani, serta menghasilkan karya-karya tulis sekuler maupun keagamaan.[88]
Pada Awal Abad Pertengahan, terjadi pertumbuhan monastisisme di Eropa Barat. Bentuk monastisisme dipengaruhi oleh tradisi-tradisi dan gagasan-gagasan yang berasal dari Bapa-Bapa Gurun di Mesir dan Suriah. Sebagian besar biara Eropa adalah jenis biara yang mengutamakan pendalaman rohani dalam kehidupan berguyub. Monastisisme semacam ini disebut senobitisme, dirintis oleh Pakomius (wafat 348) pada abad ke-4. Cita-cita mulia monastisisme menyebar dari Mesir ke Eropa Barat pada abad ke-5 dan abad ke-6 melalui sastra hagiografi semisal Riwayat Antonius (bahasa Latin: Vita Antonii).[89] Benediktus dari Nursia (wafat 547) menyusun Peraturan Benediktus (bahasa Latin: Regulae Benedicti) bagi monastisisme Gereja Barat pada abad ke-6. Peraturan ini berisi perincian kewajiban administratif dan rohani yang harus dilaksanakan oleh suatu paguyuban para rahib yang dipimpin oleh seorang abas.[90] Para rahib dan biara-biara sangat mempengaruhi kehidupan beragama dan perpolitikan pada Awal Abad Pertengahan. Biara-biara sering kali menjadi lembaga-lembaga perwalian pemilik tanah bagi keluarga-keluarga yang memiliki kekuasaan besar, menjadi pusat-pusat propaganda dan dukungan bagi kerajaan di wilayah yang baru direbut, dan menjadi pangkalan-pangkalan bagi misi dakwah dan penyebaran agama Kristen.[91] Biara-biara merupakan lembaga utama, bahkan adakalanya merupakan satu-satunya lembaga, yang menyelenggarakan pendidikan dan pemberantasan buta aksara di suatu kawasan. Banyak dari naskah Latin klasik yang sintas sampai sekarang adalah naskah-naskah salinan yang dibuat di biara-biara pada Awal Abad Pertengahan.[92] Para rahib juga menghasilkan karya-karya tulis baru di bidang sejarah, teologi, dan bidang-bidang lain, misalnya Beda (wafat 735), pujangga asal kawasan utara Inggris yang berkarya pada penghujung abad ke-7 dan permulaan abad ke-8.[93]